Translate This Blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google
EksisPTC

Sabtu, 28 Agustus 2010

33 Tahun Perjalanan Pioneer 10 : Pengembara di Ruang Antarplanet

Judhistira Aria Utama

PADA tanggal 2 Maret 2005 yang akan datang, tepat 33 tahun sejak
wahana angkasa Pioneer 10 diluncurkan ke ruang angkasa. Saat ini
Pioneer 10 berada pada jarak sekira 12,7 miliar kilometer dari Bumi
atau lebih dari 2 kali jarak si bungsu Pluto dari Matahari. Setelah
meninggalkan Bumi dan dilanjutkan dengan pengembaraan di ruang
antarplanet, kini Pioneer 10 sedang menuju ruang antarbintang mengarah
ke bintang Aldebaran di rasi Taurus.

Pada 23 Januari 2003 silam telah diterima sinyal lemah terakhir dari
wahana ruang angkasa Pioneer 10 di stasiun pengendali di Bumi. Setelah
pada awal Februari di tahun yang sama tidak lagi diterima
sinyal-sinyal terakhir dari Pioneer 10 dan usaha-usaha yang dilakukan
guna berkomunikasi pun tidak membuahkan hasil, disimpulkan sumber
tenaga wahana sudah berada di bawah batas minimal untuk dapat
berkomunikasi. Berkaitan dengan kondisi ini, pihak NASA Ames Research
Center pun memutuskan untuk tidak lagi melakukan upaya kontak lebih
lanjut.

Pioneer 10 merupakan bagian dari Projek Pioneer milik badan antariksa
Amerika Serikat (National Aeronautics and Space Administration /
NASA), dengan tiga misi ilmiah berbeda, yaitu penelitian Bulan
(Pioneer seri 1 hingga 4), penelitian Matahari (Pioneer 5 sampai 9),
dan penelitian planet-planet luar, yaitu planet-planet di luar sabuk
asteroid (Pioneer 10 dan 11).

Meskipun kehadiran populasi asteroid di antara orbit planet Mars dan
Jupiter telah diketahui, pada tahun 1960-an para astronom belum dapat
memperkirakan kerapatannya. Sebagai akibatnya, penerbangan ruang
angkasa melintasi daerah yang membentang antara 2,1 hingga 3,3 satuan
astronomi (1 satuan astronomi sekira 150 juta kilometer, jarak
rata-rata Bumi-Matahari) dari Matahari tersebut menjadi sulit
diperhitungkan.

Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, tidak ada jalan lain selain
berani mengirimkan wahana antariksa untuk menerobos barikade sabuk
asteroid tersebut. Pioneer 10 yang didesain untuk "misi martir"
tersebut. Seandainya selamat, ia juga akan mengemban misi utama lain,
yaitu "melihat" Jupiter dari dekat untuk pertama kali guna
menghasilkan gambar-gambar beresolusi tinggi dari planet terbesar di
Tata Surya ini berikut satelit-satelitnya, juga mengukur medan magnet
(magnetosfer) Jupiter dan radiasi lingkungan dalam sistem Jovian.

**

SEJARAH eksplorasi ruang angkasa mencatat Pioneer 10 sebagai wahana
antariksa pertama yang berhasil menerobos daerah hunian asteroid
dengan selamat. Sabuk asteroid ternyata tidak lah serapat yang diduga
sebelumnya. Pioneer 10 juga menjadi benchmark bagi misi-misi besar
sesudahnya dalam penggunaan teknik umpan gravitasi untuk mengubah
kecepatan wahana saat melintasi planet-planet yang dapat menekan
penggunaan energi.

Berbeda dengan wahana-wahana antariksa sebelumnya dengan tujuan
planet-planet dalam (inner planet), Pioneer 10 yang khusus dirancang
untuk tujuan planet-planet luar (outer planet) dan melanjutkan
perjalanannya menjauhi Matahari, menggunakan Radioisotope
Thermonuclear Generator (RTG) dengan isotop plutonium-238 sebagai
pembangkit energinya. RTG mampu menghasilkan daya listrik sebesar 155
watt yang akan memasok energi bagi wahana berbobot 258 kilogram ini.

Dua puluh satu bulan setelah peluncuran, tepatnya pada 3 Desember
1973, Pioneer 10 mencapai jarak terdekatnya ke Jupiter pada jarak
sekira 200.000 kilometer. Pada perjumpaan dekatnya dengan Jupiter
tersebut, Pioneer 10 berhasil memindai sabuk radiasi yang cukup kuat
dari planet yang namanya diambil dari raja para dewa dalam mitologi
Romawi ini, informasi tentang sumber semburan elektron yang terdeteksi
sampai lingkungan dekat Bumi (yang ternyata berasal dari Jupiter),
juga memetakan medan magnet planet yang bervariasi (mengembang dan
menyusut) sesuai dengan tekanan angin surya yang diterima planet gas
ini dari Matahari.

Semua pengukuran di atas, terutama tentang lingkungan radiasi Jupiter
yang kuat, sangat diperlukan dalam perancangan wahana untuk misi
berikutnya, yaitu misi Voyager dan Galileo (pada 1995 berhasil tiba di
Jupiter dan menjatuhkan wahana peneliti ke dalam atmosfernya).

Setelah berjumpa Jupiter dan meneruskan perjalanannya menuju tepian
tata surya, Pioneer 10 menginformasikan kepada para ilmuwan di Bumi
tentang masih terdeteksinya berbagai aktivitas Matahari sampai di luar
orbit Pluto. Pioneer 10 berhasil melalui satu-satunya planet di tata
surya yang berada di daerah Sabuk Kuiper ini pada April 1983. Saat
itu, Pioneer 10 menjadi satu-satunya wahana antariksa buatan manusia
yang berada di jarak terjauh dari Bumi tempat asalnya, yaitu sejarak
4,3 miliar kilometer.

**

BERGERAK dengan kelajuan konstan sekira 12 km/detik (kecepatan roket
pesawat ulang-alik untuk lepas dari gravitasi Bumi sekira 11
km/detik), Pioneer 10 saat ini masih berada di daerah Sabuk Kuiper
pada jarak sekira 85 satuan astronomi dari Matahari. Sabuk Kuiper
adalah sebuah daerah yang membentang sampai sejauh 100 satuan
astronomi dari Matahari. Keberhasilan Pioneer 10 menerobos
halang-rintang populasi asteroid tidak lama diikuti saudaranya,
Pioneer 11, yang diluncurkan setahun kemudian dengan misi mengamati
Saturnus dari jarak dekat.

Meskipun misi Pioneer 10 secara resmi berakhir pada 31 Maret 1997
silam, pengolahan data ilmiah yang dikirimkannya dan penelusuran
posisi wahana ini secara acak masih dilakukan pada tahun-tahun
setelahnya. Barulah pada 7 Februari 2003 silam para ilmuwan di NASA
Ames Research Center memutuskan untuk tidak lagi melakukan upaya
kontak dengan wahana ini karena ketidakmampuan wahana melakukan
komunikasi dengan Bumi.

Pada jarak Pioneer 10 yang sekarang dan dengan kecepatan transmisi
gelombang elektromagnetik sebesar 300.000 km/detik (kecepatan
interaksi maksimum yang terdapat di alam semesta), untuk komunikasi
bolak-balik (Bumi-Pioneer 10-Bumi) diperlukan waktu 23 jam 37 menit
atau hampir sekira satu hari.

Pioneer 10 beserta saudaranya, Pioner 11, merupakan contoh sebuah misi
eksplorasi ruang angkasa dengan keberhasilan besar dalam studi tentang
tata surya, baik dalam hal membuktikan apa yang diprediksikan para
ilmuwan di Bumi maupun temuannya untuk hal-hal yang tidak diduga sama
sekali sebelumnya. Pioneer 10 yang selama 25 tahun (1972 - 1997) misi
ilmiahnya telah menghabiskan dana senilai 350 juta dolar AS, kini
mengembara sendiri mengarah ke bintang raksasa merah Aldebaran di rasi
Taurus berjarak 68 tahun cahaya dari Matahari (1 tahun cahaya setara
dengan 9,5 triliun kilometer), sebuah jarak tempuh yang baru akan
dicapainya lebih 2 juta tahun dari sekarang.

Pada 18 November 1999 silam, US Postal Service menerbitkan perangko
untuk memperingati misi Pioneer 10, sebagai satu dari 15 ikon selama
era 1970-an, dengan inskripsi berbunyi: "Launched March 1972, Pioneer
10 was the first spacecraft to travel to an outer planet, providing
data and images of Jupiter. Eleven years later, it became the first
man-made object to leave the solar system."

**

ABAD 20 yang baru lalu dapat disebut sebagai abad antariksa dan
dasawarsa pertama abad ke-21 ini pun telah dipenuhi sejumlah jadwal
peluncuran wahana baru (baik yang sudah maupun akan diluncurkan) untuk
menguak rahasia kosmos lebih dalam, seperti misi INTEGRAL, Mars
Exploration Rover, MESSENGER, New Horizon, Terrestrial Planet Finder,
DARWIN dan masih banyak lagi yang merupakan projek kolaborasi
antarbangsa dengan tradisi ilmiah yang kuat.

Untuk apakah misi-misi ruang angkasa tersebut? Adakah manfaatnya
secara langsung maupun tidak langsung? Manfaat secara langsung
tentunya adalah imbas teknologi yang dikembangkan yang juga akan
bermanfaat dalam bidang-bidang lainnya mengingat sains ruang angkasa
merupakan muara dari berbagai disiplin ilmu. Di dalamnya, kita tidak
hanya menjumpai astronomi, melainkan juga sains atmosfer, geofisika,
meteorologi, fisika plasma, mekanika benda langit dan bahkan berbagai
ilmu rekayasa seperti aeronautika, teknologi informasi, material dan
sebagainya.

Kondisi yang dijumpai di ruang angkasa tentunya berbeda dengan
lingkungan Bumi. Efek tanpa bobot yang dijumpai di luar atmosfer Bumi
tersebut, saat ini tengah dieksplorasi pemanfaatannya dalam proses
kristalisasi dan purifikasi (pemurnian) obat-obatan. Eksplorasi ruang
angkasa yang menurut sejarahnya dipicu perkembangan teknologi
penerbangan yang tidak lepas dari pengaruh kepentingan militer, dalam
lingkungan Bumi yang kasat mata telah dapat dimanfaatkan melalui
penempatan satelit yang mengorbit guna keperluan komunikasi, survei
sumber daya alam, maupun studi cuaca.

Dalam tinjauan ke depan, eksplorasi ruang angkasa ditujukan untuk
mengembangkan lingkungan Bulan sebagai pangkalan perjalanan angkasa,
bahkan membentuk koloni besar manusia di antariksa. Kucuran dana bagi
eksplorasi ruang angkasa juga dimaksudkan untuk mendapatkan umpan
balik, apakah itu berupa keunggulan secara teknologi, militer, ataukah
"kebanggaan sebagai sebuah bangsa".

Menarik untuk menyinggung rekomendasi yang disampaikan NASA pada 1996
silam kepada presiden Amerika Serikat saat itu, Bill Clinton, yang
dirangkum dalam tema "Origins". Rekomendasi tersebut meliputi sejumlah
pertanyaan fundamental, seperti: Bagaimana alam semesta bermula dan
bagaimana ia akan berakhir? Bagaimana evolusi kehidupan berkaitan
dengan berbagai fenomena kosmos? Bagaimana Matahari berubah dan
bagaimana Bumi dan planet-planet lain merespons? Dapatkah manusia
tinggal di tempat selain Bumi?

Mengutip Dr. Taufiq Hidayat, satu dari sedikit astronom Indonesia yang
terlibat dalam riset Saturnus melalui misi Cassini-Huygens yang sedang
berjalan, "Sains antariksa ada untuk bersama-sama menjawab setiap
tantangan atas keingintahuan manusia, dan penerbangan jauh ke luar
angkasa merupakan sarananya. Kita tidak akan berhenti untuk mencarinya
karena kita harus melakukannya."

Sumber : Pikiran Rakyat (24 Februari 2005)


0 komentar:

Posting Komentar