Translate This Blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Minggu, 05 September 2010

Pluto Bukan Lagi Bagian Dari Anggota Planet di Tata Surya

Planet Pluto, Kini Tinggal Kenangan
Kalian semua pasti sudah tahu kan, kalau Pluto sekarang sudah tidak
menjadi bagian dari planet di tata surya kita ini. Tapi apakah kalian
juga tahu, mulai kapan keputusan tersebut diambil dan apa yang menjadi
pertimbangannya? Nah jika kalian belum tahu, berikut ini
penjelasannya.

Mulai 24 Agustus 2006 jangan pernah terpeleset mengucapkan Planet
Pluto lagi. Karena sejak hari itu, Pluto sudah diputuskan tidak lagi
berhak menyandang predikat sebagai planet.

Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International
Astronomical Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik Ceko, menghasilkan
keputusan bersejarah dalam dunia astronomi dengan mengeluarkan Pluto
dari daftar planet-planet di Tata Surya kita. Mulai sekarang, anggota
Tata Surya hanya terdiri dari delapan planet, yakni Merkurius, Venus,
Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga
Planet Tata Surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya
definisi baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisi
definisi baru itu.

Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit bisa disebut
planet apabila memenuhi tiga syarat :
1. Mengorbit Matahari
2. Berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat
3. Memiliki jalur orbit yang jelas dan "bersih" (tidak ada benda
langit lain di orbit tersebut)

Definisi tersebut adalah definisi universal pertama tentang planet
sejak istilah planet dikenal di kalangan astronom, bahkan sebelum era
Nicolaus Copernicus yang tahun 1543 membuktikan Bumi adalah salah satu
planet yang berputar mengelilingi Matahari.

Dengan definisi baru tersebut, Pluto tidak berhak menyandang nama
planet karena tidak memenuhi syarat yang ketiga. Orbit Pluto memotong
orbit planet Neptunus sehingga dalam perjalanannya mengelilingi
Matahari, Pluto kadang berada lebih dekat dengan Matahari dibandingkan
Neptunus.

Planet Kerdil (Dwarf Planets)
Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru yang disebut planet kerdil
atau planet katai (dwarf planets). Keluarga ini beranggotakan Pluto
dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip dengan Pluto,
termasuk di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon,
dan beberapa benda langit lain yang baru saja ditemukan.

Menurut Direktur Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr
Taufiq Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU tersebut adalah puncak
perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah berlangsung sejak awal
1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang
menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau
tidak.

"Karakteristik Pluto memang berbeda dengan planet-planet lainnya.
Bahkan komposisi kimianya lebih menyerupai komet daripada planet,"
ungkap astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu planet ini.

Selain itu, perkembangan teknologi teleskop juga membawa pada penemuan
berbagai benda langit yang masuk dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper
(Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri adalah sebutan untuk
wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50 Satuan Astronomi
(SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar
149,6 juta kilometer) dari Matahari.

Beberapa KBO(kuiper Black Object) sangat menarik perhatian karena
berukuran hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter
2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau "bulan".

Beberapa obyek tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300
km), Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan yang paling terkenal adalah obyek
bernama 2003 UB313 yang ditemukan Michael Brown dari California
Institute of Technology (Caltech) pada 2003 lalu.

Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400 km, yang
berarti lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan sebagai
planet ke-10 Tata Surya.

Sejak saat itu, lanjut Taufiq, terjadi perbedaan pendapat di kalangan
astronom. "Pilihannya adalah memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313
ke dalam keluarga planet sehingga jumlah planet menjadi 12, atau
mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang disepakati," tutur
mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung ini.

Kesepakatan itu sendiri bukannya datang dengan mudah. Taufiq
mengatakan, pengambilan keputusan itu bahkan dicapai dengan cara
pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir setelah
didahului perdebatan yang sangat sengit.

Empat astronom senior dari Indonesia turut serta dalam Sidang Umum IAU
tersebut, yakni Jorga Ibrahim, Iratius Radiman, Suryadi Siregar, dan
Ny Permana Permadi.

Beberapa pihak memprediksi debat mengenai status Pluto tidak akan
berakhir di sini. Alan Stern, ketua misi pesawat ruang angkasa NASA,
New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, Januari lalu, mengaku merasa
"malu" terhadap keputusan itu. Meski demikian, misi senilai 700 juta
dollar AS dan baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap akan
dilanjutkan. "Ini benar-benar sebuah definisi yang ceroboh."

Pencopotan Gelar
Wajar saja pencopotan gelar planet dari Pluto memicu reaksi yang
emosional. Pluto selama ini memiliki tempat tersendiri di hati para
astronom, baik yang profesional maupun amatir. Pluto sering dianggap
"Si Bungsu dari Tata Surya" karena jaraknya yang terjauh dari Matahari
dan ditemukan paling akhir dibandingkan delapan planet lainnya.

Orbit Pluto yang sangat lonjong dan tidak sejajar dengan bidang
lintasan planet lainnya juga membuat planet ini unik. Pluto juga
sempat dianggap sebagai jawaban dari misteri Planet X, sebuah planet
hipotetis yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan
gangguan pada orbit planet Uranus dan Neptunus.
Meski ukuran Pluto kemudian terbukti terlalu kecil untuk menjadi
Planet X, dugaan tersebut menjadi bagian dari legenda Pluto.


1 komentar:

TAmriN GANteNK mengatakan...

OK decH, THX fOr INfonYA

ARMStrOng_prODucT@YAhOo.cO.ID

Posting Komentar