Translate This Blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google
EksisPTC

Jumat, 03 September 2010

Misteri Segitiga Bermuda

Ini merupakan satu misteri besar dalam sejarah. Sebuah wilayah di
kawasan Samudera Atlantik yang menelan banyak korban. Dilaporkan
ratusan kapal laut dan pesawat udara hilang di areal ini, lenyap sama
sekali tanpa bekas. Zona maut yang dikenal sebagai Segitiga Bermuda
(Bermuda Triangle)!
Zona itu membentuk segitiga imajiner seluas 4 juta km persegi.
Segitiga itu akan terbentuk di peta seandainya sebuah garis ditarik
dari Kepulauan Bermuda (teritorial Inggris) sebagai titik di wilayah
utara; menuju ke Puerto Rico (AS) sebagai titik di selatan; kemudian
diteruskan ke Miami (Negara Bagian Florida, AS) sebagai titik di
barat; dan garis terakhir ditarik dari Miami menuju Kepulauan Bahama.
Kisah tentang keanehan di kawasan Samudera Atlantik itu tidak
diketahui pasti sejak kapan persisnya, namun berbagai cerita yang
berkembang merujuk sejak masa pelayaran pertama melintasi daerah barat
daya Kepulauan Bermuda.
Bahkan Christopher Columbus pernah mencatat misteri yang terjadi di
sini dalam pelayaran penjelajahan samuderanya. Tahun 1942, saat
Colombus bergerak menuju Amerika, ia melintasi Samudera Atlantik yang
termasuk kawasan Segitiga Bermuda.
Ia mencatat tentang laut yang tampak aneh walau cuaca tampak baik.
Kompas kapal-nya tiba-tiba mengalami kekacauan, berputar tak tentu
arah. Colombus mencatat, pada suatu malam kru kapalnya melihat pijar
bola-bola api di angkasa yang menghujam laut. Namun seluruh pelayaran
Colombus terbilang aman.
Menurut catatan lain, sebuah kapal Atlanta berbendera Inggris (1880)
dilaporkan lenyap dikawasan Segitiga Bermuda. Seluruh penumpang
berjumlah ratusan pelaut dan perwira AL Inggris lenyap tak berbekas.
Lalu Oktober 1951, kapal tanker Southern Isles lenyap ketika berlayar
dalam konvoi.
Iring-iringan kapal lain hanya melihatnya cahaya kapal itu terakhir
kali sebelum hilang tanpa bekas. Insiden lain kapal tanker Southern
Districts tenggelam dengan cara yang sama pada Desember 1954. Ia
hilang tanpa meninggalkan SOS ketika berlayar melintasi wilayah
Segitiga Bermuda menuju utara arah South Carolina.
Masih banyak lagi kapal-kapal laut yang dilaporkan hilang di wilayah
yang juga dijuluki Segitiga Setan (Devil's Triangle) itu. Tak kurang
dari ratusan kapal lenyap tanpa bekas sama sekali. Dan bukan hanya
kapal-kapal laut, pesawat terbang juga tak luput dari naas.
Sebut saja yang terbesar adalah hilangnya satu skuadron pesawat latih
AL AS, Flight 19 pada 5 Desember 1945. Lima pesawat pembom Grumman
TMB-3 Avenger itu lenyap beserta 14 pilot dan kru-nya. Satu insiden
dalam dunia penerbangan yang paling menghebohkan. Bahkan satu pesawat
amfibi PBM Mariner yang mengemban misi penyelamatan kelima pesawat itu
mengalami nasib serupa, hilang di Segitiga Bermuda sekitar beserta 13
kru dan tim SAR.
Semua kapal laut atau pesawat udara yang dilaporkan hilang di Segitiga
Bermuda, memang tidak pernah ditemukan bangkainya bahkan seluruh
korban manusianya juga hilang tanpa bekas. Inilah yang membuat banyak
ahli pusing dan berspekulasi mengenai sebab musabab peristiwa seperti
itu bisa terjadi.

Beberapa Teori Penjelasan
Sampai tahun 1999 saja, tercatat masih ada kapal modern berukuran
besar yang hilang tanpa jejak di Segitiga Bermuda. Banyak teori yang
kemudian dihubung-hubungkan dengan peristiwa yang terjadi di Segitiga
Bermuda. Kenyataannya, misteri di Segitiga Bermuda belum jua terkuak
hingga kini.
Dari sekian banyak teori, ada yang menyebutkan teori pelengkungan
waktu, medan gravitasi terbalik, abrasi atmosfer, teori anomali
magnetik-gravitasi. Di samping itu masih ada teori tentang fenomena
gempa laut, serangan gelombang tidal, hingga lubang hitam (black-hole)
yang hanya terjadi di angkasa luar sana. Dan ada juga yang
menghubungkannya dengan UFO dan menghilangnya Benua Atlantis.
Dari sekian banyak konsep dan teori yang berupaya menjelaskan fenomena
alam itu, justru Lawrence David Kusche memberikan penjelasan
kontroversial. Dalam bukunya The Bermuda Triangle Mystery Solve
(1975), Kusche mematahkan semua anggapan dan teori spekulasi yang
diajukan terhadap Segitiga Bermuda. Ia lebih menganggap peristiwa yang
terjadi di kawasan itu terlalu dibesar-besarkan.
Beberapa kesimpulan Kusche: kapal-kapal dan pesawat terbang yang
dilaporkan hilang di daerah tersebut tidak begitu besar secara
signifikan bila dibandingkan dengan yang terjadi di belahan samudera
lainnya. Ia menyatakan, dalam daerah yang sering mengalami badai
tropis, jumlah yang hilang itu sebagian besarnya tidaklah begitu
menyolok ataupun bersifat misterius.
Kusche beranggapan, angka-angka yang menunjukkan jumlah korban itu
sendiri cenderung membesar-besarkan hasil riset. Misalnya, sebuah
kapal boat dinyatakan hilang, namun akhirnya dia kembali dan tidak
dilaporkan. Ia juga "menyindir" para penulis yang terlalu
membesar-besarkan perihal misteri di Segitiga Bermuda walau datanya
kurang atau karena salah tafsir demi kepentingan sensasi.
Apapun ceritanya, setidaknya Segitiga Bermuda tetap menyimpan misteri.
Banyak ahli masih mengkaji fenomena alam ini. Masih diperlukan
penjelasan ilmiah yang bisa menjawab semua pertanyaan besar itu tanpa
keraguan. (berbagai sumber)

Lenyapnya Flight 19!

Satu kisah yang mengubah mitos Segitiga Bermuda adalah misteri
hilangnya Flight 19. Skuadron 5 pesawat pembom AL AS itu hilang tanpa
jejak di kawasan Segitiga Bermuda saat melakukan latihan rutin. Bahkan
satu pesawat amfibi tim penyelamat pertama yang mencoba mencarinya
juga dilaporkan hilang beserta seluruh kru dan tim SAR.
Hari itu 5 Desember 1945. Di Naval Air Station Fort Lauderdale
(pangkalan udara AL AS), Florida, lima pesawat pembom TBM Avenger
dipersenjatai dan bahan bakar diisi penuh untuk penerbangan lima jam.
Kru darat melaporkan kelima pesawat pembom itu laik terbang dan
kondisi mesinnya prima. Kelimanya dipersiapkan untuk latihan terbang
tempur rutin.
Pukul 14.10, kelima pesawat itu dengan kode penerbangan Flight 19
lepas landas dari pangkalan dengan pilot pelatih Letnan Charles Taylor
yang juga menjadi komandan penerbangan. Taylor dikenal sebagai pilot
tempur yang cakap dan berpengalaman pada perang Pasifik melawan Jepang
di masa Perang Dunia II. Ia akan melatih 14 pilot, navigator dan juru
tembak pesawat melakukan manuver tempur dan pemboman di sekitar
Samudera Atlantik.
Misi latihan ini melewati rute penerbangan ke timur sejauh 56 mil
menuju Beting Hens and Chickens, di selatan Grand Bahama untuk
melakukan latihan pemboman rendah sebelum manuver ke 67 mil ke timur,
73 mil ke utara dan lantas 120 mil kembali ke pangkalan di Lauderdale.
Hari itu cukup cerah. Bagian pertama misi berlangsung lancar sampai
sesi pengeboman di Beting Hens and Chickens sekitar pukul 14.30. Pada
pukul 14.40 seluruh formasi pesawat bergabung kembali dan mengarah ke
timur menuju Great Stirrup Cay yang terletak 67 mil mengarah ke timur
dan 113 mil ke timur Florida.
Awal Tragedi
Sekitar pukul 15.10 mereka menuju ke arah baratdaya. Dari sini
komunikasi sesama pesawat latih terdengar membingungkan. Kru darat
yang memantau latihan menafsir bahwa telah terjadi sesuatu di atas
sana, namun ia belum mendapat konfirmasi dari komandan latih yakni Lt
Taylor.
Pukul 15.45, Letnan Robert Cox, instruktur penerbangan senior yang
sering terbang mengitari Fort Lauderdale dan bergabung dengan skuadron
latih, memantau Flight 19. Ia mendengarkan prosesi latihan melalui
radio komunikasi yang mulai kacau.
Pukul 16.00, Letnan Taylor mengontak Letnan Cox bahwa kedua kompas
miliknya rusak dan ia kehilangan arah penerbangan. Lewat radio ia
memberitahu bahwa pesawatnya berusaha untuk kembali ke Fort Lauderdale
dan kemungkinan sedang melintas di Florida Keys. Namun, ia tak bisa
memastikan arah penerbangan untuk kembali ke pangkalan.
"Saya berada di ketinggian 2.300 kaki. Jangan datang kemari." Letnan
Taylor merasa yakin bahwa dia sudah berada di kawasan Florida Keys
yang mengarah menuju utara ke Teluk Meksiko.
Dipantau ketat melalui radio, setelah terbang ke utara selama sejam,
Taylor kembali ke arah timur yang diyakininya akan membawa seluruh
skuadron kembali ke arah Florida menuju pangkalan. Waktu berlalu dan
senja mulai menyarungi angkasa, namun kelima pesawat belum juga
mendarat di pangkalan.
Saat malam menjelang, pada pukul 18.04 transmisi radio terakhir
terdengar dari Flight 19 yang mengindikasikan mereka berada di utara
Bahama dan jauh di timur Florida. Letnan Taylor menyatakan bahwa bahan
bakar pesawat pembom yang mereka terbangkan semakin menipis.
Pada 18.20, Taylor berinisiatif untuk meneruskan perjalanan ke arah
timur. Ia memberi perintah darurat kepada seluruh pilot untuk
merapatkan formasi agar bisa saling memantau. Lalu terdengar
transimisi terakhir yang terpotong-potong: "Kita akan mendarat begitu
melihat daratan… jika bahan bakar tinggal 10 galon, maka kita
melakukan pendaratan di laut…". Pada masa genting ini komunikasi radio
dengan Flight 19 mengalami gangguan. Suaranya tak jelas kabur dan
akhirnya menghilang. Suara terakhir yang terpantau adalah: "We are
entering white water…, nothing seems right. We don't know where we
are, the water is green, no white…."

Misi Pencarian

Sampai pukul 19.00 ternyata tidak ada kabar lagi dari Flight 19. Kru
darat di Fort Lauderdale kemudian meminta bantuan seluruh penerbangan
AL AS untuk melakukan pencarian. Panggilan darurat itu dijawab dengan
mempersiapkan sebuah pesawat amfibi Martin PBM Mariner dengan tim SAR
laut militer. Semua kru dan tim berjumlah 13 orang.
Pukul 19.47, pesawat itu mengudara dan menjalankan misi pencarian.
Namun naas, 23 menit setelah mengudara transmisi radio dari pesawat
pencari ke darat tiba-tiba terputus. Dan tidak ada kabar mengenai
pesawat tersebut. Belakangan ada laporan dari dua tanker yang berlayar
di sekitar perairan tersebut bahwa mereka melihat bola api menghujam
ke laut. Namun setelah mendekat ke arah jatuhnya bola api, mereka
hanya menemukan sejumput genangan minyak tanpa ada bekas lain.
Pencarian berskala besar pun dilakukan yang berlangsung hingga 10
Desember 1945. Dilakukan penyisiran di seluruh kawasan yang mungkin
bisa dilalui Flight 19, namun hasilnya tetap nihil.
Misi pencarian ini adalah yang terbesar dalam sejarah yang melibatkan
ratusan kapal laut dan pesawat udara. Namun, kelima pesawat dalam
Flight 19 tidak ditemukan jejaknya sama sekali begitu juga pesawat
penyelamat PBM Mariner. Belakangan disimpulkan, pesawat penyelamat
yang hilang itu diduga meledak karena kebocoran bahan bakar. Tetapi
lima pesawat lain sama sekali tidak diketahui bagaimana persisnya
mereka bisa menghilang.
Berbagai penjelasan dibuat untuk mengungkap misteri ini, namun
hasilnya tetap saja tidak memberikan solusi pasti. Inilah bencana
terbesar dalam sejarah penerbangan yang menambah seram misteri
Segitiga Bermuda.


0 komentar:

Posting Komentar